Sinopsis
Cerpen Sri Sumarah dan Bawuk
Sri Sumarah bercerita tentang seorang perempuan yang menjadi
istri seorang guru yang dipanggil bu guru pijit karena dia punya keahlian
memijit. Dia bernama asli Sri sumarah yang memiliki arti pasrah. Dia terbiasa
pasrah menjalani hidup sejak kecil. Dia selalu di didik dengan cara jawa oleh
neneknya, dia di ajarkan untuk selalu patuh terhadap suaminya apapun
perintahnya. Dia di ibaratkan sebagai Subadra istri arjuna yang paling
setia dan selalu sabar meskipun suaminya menikah berkali-kali dengan perempuan
lain. Hal ini pun sedikit banyak harus pula di alami Sri ketika suaminya di
anjurkan oleh camat untuk menikah lagi bahkan pak camat pun telah menyiapkan
calonnya.
Sri Sumarah mengisahkan jiwa seorang Jawa yang tumbuh dalam
suatu lingkungan kebudayaan Jawa, menghadapi berbagai tantangan dan perubahan
jaman, dengan lukisan-lukisan alam perasaan dan alam perkembangan sastra
Indonesia. Nama tokoh ini berarti Sri yang menyerah, terserah, atau pasrah.
Sikap ini diajarkan oleh neneknya dan ingin diajarkannya pada anaknya pula.
Sikap sumarah diterjemahkan Sri sebagai kepasrahan ketika dijodohkan neneknya
dengan Mas Marto, suaminya. Juga ketika ditinggal mati suaminya, ketika harus
berjuang membesarkan Tun anaknya dan mendapatinya hamil di luar nikah, dan juga
ketika menghadapi kematian Yos menantunya yang dibunuh dan Tun ditahan di
penjara sebab terlibat gerakan PKI. Setelah peristiwa tragedi Yos dan Tun itu, Sri lah yang
mengurus Ginuk, cucu satunya-satunya. Sikap sumarah tetap dijalankannya. Sikap
itu mengiringinya selama berusaha memenuhi hidup. Ia memilih menjadi tukang
pijit. Memijit dipilihnya sebagai pekerjaan setelah mendapat wisik saat
bertirakat. Sejak itu ia memulai perjalanan hidup baru dengan modal memijit.
Pekerjaan memijit Sri dinilai bagus oleh masyarakat. Oleh karena itu, ia
mendapat cukup uang untuk menghidupi dirinya, Tun, dan Ginuk. Pekerjaan ini dijalani
Sri dengan biasa-biasa saja, meskipun ia harus banyak melakukan kontak fisik
dengan laki-laki. Sikap bakti berperan di sini. Namun, hatinya sempat goyah
ketika suatu hari harus memijit seorang pelanggan pria muda yang tampan dan
gagah.
Sri menghadapi masalah setelah Tun dipenjara. Saat itu Sri
benar-benar mengalami kesulitan ekonomi. Sawah dan rumah telah dikuasai BTI
(Barisan Tani Indonesia, gerakan yang dinaungi PKI), perhiasan habis untuk
mengangsur utang, dan persediaan uang semakin menipis. Apa yang harus dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di saat seperti seperti itu? Jawabannya
terlihat dalam kutipan berikut. Uang? Menipis dan menipis. Dalam satu-dua
minggu pasti habis. Lantas? Sri sumarah, sumarah. Seperti biasa dalam keadaan
begitu dia akan ingat embah dan suaminya.Sri kemudian bertekad untuk tirakat,
tidur kekadar di luar, malamnya. Reaksi Sri dalam menghadapi masalah itu adalah
dengan sumarah. Ia tidak menyerah begitu saja, melainkan ia mengambil langkah
untuk bertirakat. Caranya dengan tidur sekadarnya dan menunggu datangnya wisik.
Wisik adalah pitoedoeh (wewarah) atau gaib, artinya petunjuk gaib. Wisik itu
diperoleh Sri kemudian, dan ditafsirkannya sebagai petunjuk bahwa ia harus
bekerja sebagai tukang pijit demi melanjutnya hidupnya.
Bawuk, putri bungsu keluarga Suryo,
putri seorang 'onder,' priyayi Jawa. Sejak kecil ia telah menumbuhkan
sifat-sifat kerakyatan, berbeda dengan keempat kakaknya. Hal ini tampak dalam
sikapnya yang menghargai para pembantunya. Hanya Bawuk seorang yang memahami
kepedihan ibunya, yang terpaksa melihat suaminya tenggelam dalam pelukan ledek
(penari), dalam suatu pesta di Kabupaten. Setelah dewasa, Bawuk berkenalan
dengan Hassan, seorang aktivis Partai Komunis. Kemudian mereka menikah dan
mempunyai seorang putri dan putra. Ketika peristiwa G 30 S meletus, Hassan ikut
terlibat dan terus dikejar tentara. Maka Bawuk beserta kedua anaknya terpaksa
pindah dari satu kota ke kota lain, untuk mengikuti suaminya yang terpaksa
terus melarikan diri dari kejaran tentara. Akhirnya, bawuk mengambil keputusan.
Ia datang ke kota tempat tinggal ibunya, untuk menitipkan kedua anaknya. Tak
mungkin ia membawa-bawa kedua anaknya dalam pelarian itu. Anak-anaknya butuh
kehidupan yang layak dan bersekolah dengan tenang. Di rumah ibunya, Bawuk
disambut oleh keempat kakak beserta ipar-iparnya yang telah mapan: seorang
brigjen, dosen di ITB, dirjen di salah satu departemen, dan seorang dosen lagi
di Gadjah Mada. Mereka terus membujuk Bawuk agar tetap tinggal di kota itu.
Namun Bawuk telah berketetapan hati untuk terus mencari suaminya. Dengan tegar
ia menjelaskan bahwa sebagai isteri, ia tetap harus menemui suaminya. Hanya
saja kedua anaknya dititipkan kepada ibunya. Semua kakaknya sulit menerima
keputusan itu. Hanya sang ibu yang dapat memenuhi keputusan Bawuk. Cerita
ditutup dengan suara sayup anak-anak Bawuk yang sedang belajar mengaji. Bu
Suryo membaca dalam surat kabar, bahwa G 30 S/PKI telah ditumpas dan Hassan,
menantunya ialah salah seorang yang diberitakan tertembak mati. Tapi Bawuk tak
ketahuan rimbanya. Sosiologi sastra berasal dari kata
sosiologi dan sastra .
Sosiologi
berasal dari akar kata sosio(yunani)(Socius berarti bersama-sama, bersatu,
kawan, teman) dan logi(logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan.(Kutha
Ratna, 2003 :1). Edgar Allan Poe (Jassin, 1961 : 72 dalam Teori Pengkajian
Fiksi Nurgiyantoro) Sastrawan kenamaan itu mengatakan bahwa cerpen adalah
sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk , kira-kira berkisar
antara setengah sampai dua jam suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan
untuk sebuah novel.
Dalam
pendekatan Sosiologi sastra juga mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan structuralisme genetik yang melihat
hubungan karya sastra dengan realitas sosial atau masyarakat. tara Artinya
sastra menyajikan kehidupan yang sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial.
Ada persamaan antara sosiologi dengan sastra sehingga teks sastra dapat dikaji
melalui pendekatan sosiologi, strukosiologi merupakan telaah yang objektif dan
ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan telaah tentang lembaga dan proses
sosial. Segala masalah perekonomian, eagamaan, dan politik merupakan gambaran
tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang
mekanisme sosial , proses pembudidayaan yang menempatkan anggoa masyarakat di
tempatnya masing-masing.
Sastra juga berurusan dengan manusia
dalam masyarakat sehingga sosiologi dan sastra mendeskripsikan masalah yang
sama. Novel dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia
sosial: hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannnya, politik, Negara,
dan sebagainya. Sebagai dokumen, novel berurusan dengan struktur sosial,
ekonomi dan politik yang juga merupakan urusan sosiologi. Pengarang memiliki
pandangan dalam menyikapi fakta sosial pada masyarakatnya. Pandangan pengarang
dalam sebuah novel terlihat dalam hubungan antara tokoh dengan tokoh lain
maupun antara tokoh dengan lingkungannya. Sehingga karya sastra harus di
pandang secara menyeluruh.
Dalam cerpen Sri Sumarah dan Bawuk
terdapat pandangan Umar Kayam tentang tokoh utama pada novel tersebut. Inti dari cerpen masing-masing menceritakan
tentang kisah dari seorang perempuan yang keluarganya sama-sama terlibat dalam
organisasi PKI, pengarang bercerita pada zaman G 30 S/PKI. Pandangan dunia
pengarang yang tertuang dalam novel ini patut
diketahui, sejauh mana gambarannya. Di samping iti factor sosial budaya dan
latar belakang (genetika) apakah yang membuat pengarang menelurkan novel ini.
Strukturalisme Genetik
Goldmann
Strukturalisme genetik ditemukan oleh
Lucien Goldmann seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Prancis. Teori ini
dikemukakannya pada tahun 1956 dengan terbitnya
buku The Hidden God : a study of Tragic Vision in the Penses of Pascal and the tragedies of
Racine. Teori dan pendekatan yang dimunculkannya ini dikembangkan sebagai
sintesis atas pemikiran jean piaget, George Lukacs, dan Karl Marx.
Goldmann menyebut teorinya sebagai
strukturalisme genetik Artinya ia percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah
struktur akan tetapi struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan
merupakan produk sejarah yang terus berlangsung, proses strukturisasi dan
dekstrusasi yang hidup dan dihayati oleh
masyarakat asal teks sastra yang bersangkutan(Faruk, 1999:12)
Untuk menopang teorinya tersebut, Goldmann membangun seperangkat
kategori yang saling berkaitan satu sama lain sehingga membentuk structuralisme
genetik. Kategori-kategori tersebut adalah fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman, dan
penjelasan(Faruk, 1999:12).
a. Fakta Kemanusiaan
Strukturalisme pertama dari
strukturalisme genetk adalah fakta kemanusiaan. Fakta kemanusiaan adalah hasil dari
prilaku manusia yang dapat dengan jelas dipahami, atau dengan kata lain segala hasil
aktivitas manusia atau prilaku manusia baik yang verbal maupun fisik, yang
berusaha dipahami ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial
tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi cultural seperti filsafat,
seni rupa, seni musik, seni patung, dan sastra(Faruk, 1999:12).Goldmann
mengatakan aktivitas-aktivitas tersebut sebagai upaya manusia mengubah dunia,
dimana tujuan dari aktivitas-aktivitas tersebut adalah untuk mencapai
keseimbangan yang lebih baik antara diri manusiaa(sebagai subjek) dan dunia.
Perilaku manusia di atas menjadi bermakna karena membuat mereka memperbaiki
keseimbangannya.
b. Subjek Kolektif
Pada kenyataannya dalam masyarakat juga terdapat
banyak fakta kemanusiaan. Fakta kemanusiaan adalah semua aktivitas manusia
sebagai perwujudan makhluk sosial. Terdapat hubungan antara subje kolektif dengan
fakta kemanusiaan. Tentang hal ini Goldmann (dalam Faruk, 1999:12-13)
menyatakan bahwa fakta kemanusiaan memiliki arti karena merupakn respon dari
subjek kolektif atau individual pembangun syary percobaan untuk memodifikasi
situasi yang ada agar cocok bagi aspirasi subjek itu. Dengan kata lain manusia
merupakan usaha manusia mencpai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya
dengan dunia sekitarnya.
c. Pandangan Dunia( World View)
Pandangan dunia adalh sebuah perspektif
yang koheren dan terpadu mengenai manusia dengan sesamanya dan dengan alam
semesta. Pandangan dunia adalah fakta historis dan sosial, yang merupakan
keturunan cara berpikir, perasaan dan tindakan dimana pada situasi tertentu
membuat manusia menemukan diri mereka dalam situasi ekonomi dan sosial yang
sama pada kelompok sosial tertentu. Karena merupakan fakta sosial yang berasal
dari interaksi antara subjek kolektif dengan sekitarnya. Pandangan dunia tidak
muncul dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara
perlahan-lahan dan bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru(Goldmann
dalam Faruk, 1999:16).
“ Pandangan dunia merupakan istilah yang
cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi dan
perasaan-perasaan yang meghubungkan secara bersama-sama .anggota kelompok
sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan kelompok sosial lainnya. hasil Sebagai suatu kesadaran kolektif,
pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomi
tertentu yang dihadapi oleh subjek yang memilikinnya(Goldmann dalam
Faruk,1999:15). Tujuan pandangan dunia digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara ideology pengarang dan peristiwa sejarah yang
melatarbelakangi lahirnya Novel.
d. Struktur Karya Sastra
Karya sastra yang besar merupakan produk
strukturasi dari subjek kolektif atau masyarakat. karya sastra memiliki
struktur yang koheren dan terpadu. Konsep struktur karya sastra dalam teori
strukturralisme genetic berbeda dengan konsep struktur karya sastra otonom.
Menurut Goldmann, karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara
imajiner, dimana pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan
relasi-relasi secara imajiner pula. Hal itu juga yang menurut Goldmann
membedakan karya sastra dari filsafat dan sosiologi. Filsafat mengekspresikan
pandangan dunia secara konseptual sedangkan sosiologi mengacu pada empiritas (Faruk,
1999:17).
Dari pernyataan di atas, dapat kita simpulkan
bahwa Goldmann ternyata memfokuskan perhatiannya pada hubungan antar tokoh dan
antara tokoh dengan lingkungannya. Dalam eseinya yang berjudul The Sociology of
literature: Status and Problem of Method, Goldmann mengatakan bahwa hampir seluruh
karya penelitian dipusatkan pada elemen kesatuan, dalam rangka menguak struktur
yang koheren dan terpadu yang mengatur keseluruhan karya sastra (Faruk, 1999
:17).
e. Dialektika Pemahaman-Pemahaman
Dalam perspektif strukturalisme genetik, karya
sastra merupakan sebuah struktur koheren yang memiliki makna. Dalam memahami
makna itu Goldmann mengembangkan metode dialektik yang membuatnyaberhubungan
denga masalah koherensi di atas adalah pengetahuannya megenai fakta-fakta
kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret dengan
mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Untuk itu metode dialektik mengembangkan
dua pasangan konsep yaitu “keseluruhan-bagian” dan pemahaman-penjelasan”(Faruk,
1999 : 20).
Dialektik memandang bahwa tidak ada titik
awal yang secara mutlak sahih dan tak ada persoalan yang secara mutlak pasti
terpecahkan. Setiap gagasan individual akan berarti jika ditempatkan dalam
keseluruhan. Demikian juga keseluruhan akan dapat dipahami dengan menggunakan fakta-fakta
parsial yang terus bertambah. Dengan kata lain, keseluruhan tidak dapat
dipahami tanpa bagian, dan bagian tidak dapat dimengerti tanpa keseluruhan(Faruk,
1999:20).
Sri Sumarah adalah sebuah cerita pendek
yang cukup panjang untuk ukuran cerita pendek Indonesia. Cerita ini berkisah
tentang seorang perempuan bernama Sri Sumarah sebagai tokoh utama (sesuai
dengan judul) yang hidup dalam dua wilayah dunia politik sebagai latar sosial
cerita, yang sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya. Wilayah pertama adalah
dunia politik masa Orde Lama di bawah kepemimpinan Soekarno dan wilayah kedua
adalah dunia politik Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto. Yang paling menarik
dari cerpen ini adalah bagaimana sebuah peralihan kekuasaan yang masa itu
sangat ‘hiruk pikuk’, mempengaruhi perjalanan hidup Sri Sumarah.
Semasa mudanya Sri adalah seorang pelajar
tamatan SKP dari kota J. Dia anak yatim piatu yang dibesarkan embahnya dalam
kekentalan suasana budaya Jawa dengan penuh kasih sayang. Peristiwa cerita ini
mengacu pada tahun 60-an ketika pergolakan politik sangat dinamis. Sri
dinikahkan oleh embahnya kepada seorang guru (priyayi) bernama Sumarto yang
kemudian sesuai dengan adat Jawa berganti nama menjadi Marto Kusumo, dan Sri
pun mendapat nama baru yaitu Bu Marto. Sebelum menikah Sri banyak diberi
wejangan oleh embahnya terutama tentang
bagaimana menjadi perempuan Jawa.
Dalam
hal ini perempuan harus seperti Kunti (ibu para Pandawa) yang rela berkorban untuk
kebahagiaan anak-anaknya, dan harus seperti Sembadra (istri Arjuna) ketika menjadi
istri yang harus berbakti kepada suami, membahagiakannya secara lahir dan batin.
Modelnya, Sembadra alias Lara Ireng, adik Kresna dan Baladewa, istri Arjuna,
laki-laki dari segala laki-laki. Dialah istri yang sejati. Patuh, sabar,
mengerti akan kelemahan suami, mengagumi akan kekuatannya (Kayam, 2003:187).
Sri
oleh embahnya diajak ke dunia wayang yang merupakan model bagi orang-orang Jawa.
ideologi Embah adalah tradisionalisme yang memegang kuat falsafah Jawa, dia
juga seorang feodalisme yang menguasai tanah sebagai sumber penghidupannya.
Ideologi kesadarannya, hidup dengan berpedoman pada falsafah Jawa dan fokus
utamanya yaitu membahagiakan Sri cucunya. Seperti terlihat dalam kutipan
berikut :
“Nduk,
memang sudah aku niati untuk menyekolahkan kau sampai tinggi. Itu sudah janjiku
kepada orangtuamu yang—oh, Allah, kok ngenes betul lelakonmu—sudah meninggal.
Aku, embahmu, nDuk, belum akan merasa selesai sebelum aku melihat engkau
selesai sekolah di kota, kawin, dan sebelum aku bisa memangku cucuku.” (Kayam,
2003:185)
Kutipan
di atas memperlihatkan, betapa embah itu sangat menyayangi cucunya.
Apapun
yang terjadi cucunya harus sekolah yang tinggi dan dia belum merasa tuntas jika
usaha itu belum menampakkan hasilnya. Untuk merealisasikan niatnya itu Embah
menganalogikan dirinya sebagai Kunti (ibu para Pandawa) yang rela berkorban
demi kebahagiaan anak-anaknya (Kayam,2003:186). Ini menunjukkan bahwa ideologi
tradisionalisme (falsafah Jawa) sangat kuat dalam diri Embah.
Dalam
mewujudkan ideologi kesadarannya, membahagiakan cucunya dan hidup
dalam
falsafah Jawa, embah memberi wejangan kepada Sri. Mulai dari bagaimana
menghadapi dan memanjakan suami di ranjang sampai ke cara memuaskannya dalam
urusan
dapur. Pendeknya bagaimana mendukung suami agar betah di rumah dan giat dalam
bekerja sehingga suami betul-betul merasa menjadi lelaki yang sangat lelaki,
yang dimanja dan dinomorsatukan oleh istrinya. Seorang istri harus tahu
keinginan-keinginan suami, seorang istri harus tahu kekuatan dan kelemahan
suaminya, yang pada gilirannya hal itu dipergunakan untuk memuaskan suami.
Sebagai seorang perempuan Jawa harus siap dengan dua hal, yaitu berita kematian
suaminya dan berita perkawinan suami. Hal ini seperti yang dirasakan Sembadra,
ketika bersuamikan Arjuna yang ksatria dan tukang kawin.Dapat dikatakan
Ideologi Sri adalah tradisionalisme dengan falsafah Jawanya sebagaimana yang
diajarkan embahnya. Di sini telah terjadi penyebaran yang dilakukan oleh Embah
kepada Sri melalui common sense, yaitu penyebaran melalui orang awam sehingga
hal itu diterimanya tanpa adanya pikiran untuk mengkritisinya.
ideologis dan elemen kesadarannya yang tradisional tetap merupakan kekuatan Sri, dia ngelakoni untuk mencari wisik dengan tidur di halaman rumah. Pada akhirnya dia mendapatkan wisik itu, Sri bermimpi bertemu dengan suaminya yang meminta dipijit. Sri menafsirkan mimpi itu, dia memutuskan untuk menjadi tukang pijit. Usahanya cukup berhasil, dia mempunyai langganan cukup banyak dan dari hasil kerjanya itu Sri dapat mencukupi hidupnya bersama Ginuk.
Tun,
anak tunggal Sri, dia seorang tamatan SMP dan gagal melanjutkan sekolahnya
karena menikah. Sebetulnya Tun bisa saja melanjutkan sekolahnya tetapi dia
telah memilih untuk aktif di organisasi Gerwani. idiologi Tun adalah komunis
yang berusaha untuk membantu rakyat kecil dalam memperbaiki tingkat kehidupan,
dalam memperbaiki kelas. idiologi Tun didukung oleh elemen solidaritas-identitasnya
dengan menjadi anggota Gerwani. Elemen solidaritas-identitas ini mampu mengikat
Tun dan berkiprah di dunia sosialnya. Gerwani adalah organisasi wanita untuk
PKI, dengan demikian Tun mempunyai elemen kesadaran untuk menolak paham lain dan
mendukung faham komunis yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup rakyat
miskin.
Yos
adalah suami Tun, menantunya Sri. Dia seorang tokoh organisasi CGMI yang telah membawa Tun aktif di Gerwani.
Sebagai tokoh CGMI ideologinya adalah komunis, yaitu paham sosialis yang
menghendaki adanya kesamaan kelas. Elemen kesadaran yang ada pada Yos, adalah
mengusahakan atau memperjuangkan kesamaan kelas, menaikkan harkat rakyat miskin
dan menentang para penguasa kaya yang mendominasi Untuk merealisasikan ideologinya
Yos didukung oleh elemen solidaritas identitasnya dengan menjadi menjadi tokoh
CGMI. Elemen kebebasannya, Yos merealisasikan ideologinya bersama kawan-kawan
seideologinya dengan aktif menyebarkan gagasan-gagasannya lewat diskusi,
ceramah, dan kesenian. Dalam hal ini elemen kebebasan komunis adalah
membebaskan rakyat tertindas dan menentang
penguasa
iya Saksi hidup atas peristiwa itu tentu saja mempunyai persfektif yang
berbeda, tidak semuanya mengatakan iya atas apa yang diopsikan oleh Orde Baru,
bahwa G 30 S PKI yang didalangi oleh PKI adalah peristiwa yang sangat kejam dan
tak termaafkan. Karena itu PKI dan ormas-ormas binaannya dilarang di Indonesia,
termasuk para pelaku dan juga yang dekat dengannya terutama keluarganya
dipinggirkan dari panggung politik Indonesia, dari anggota warga negara yang
mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Setidaknya pasti ada penolakan di dalam
hatinya jika memang dirinya tidak setuju dengan opsi itu. Dan Umar Kayam adalah
segelintir orang yang merasa kebingungan atas apa yang terjadi pada peristiwa
kelam itu. Di usianya yang relatif muda dirinya dipercaya oleh pemerintah Orde
Baru untuk memimpin sebuah lembaga nasional, Direktur Jendral Radio, Televisi,
dan Film. Seperti yang diungkapkannya dalam tulisannya, dia merasa kebingungan
atas peristiwa besar yang terjadi saat itu. Terutama masalah pembersihan orde
yang telah lapuk yang harus diganti dengan orde yang baru. Di situ dia bertanya
tentang korban yang harus menjadi korban dan korban yang seharusnya tidak
menjadi korban (Kayam, 1983:107--109). Dan usaha pemahaman atas peristiwa itu
Umar Kayam membuat beberapa cerpen, yakni Bawuk.
Bawuk, putri bungsu keluarga Suryo,
putri seorang 'onder,' priyayi Jawa. Sejak kecil ia telah menumbuhkan
sifat-sifat kerakyatan, berbeda dengan keempat kakaknya. Hal ini tampak dalam
sikapnya yang menghargai para pembantunya. Hanya Bawuk seorang yang memahami
kepedihan ibunya, yang terpaksa melihat suaminya tenggelam dalam pelukan ledek
(penari), dalam suatu pesta di Kabupaten. Setelah dewasa, Bawuk berkenalan
dengan Hassan, seorang aktivis Partai Komunis. Kemudian mereka menikah dan
mempunyai seorang putri dan putra. Ketika peristiwa G 30 S meletus, Hassan ikut
terlibat dan terus dikejar tentara. Maka Bawuk beserta kedua anaknya terpaksa
pindah dari satu kota ke kota lain, untuk mengikuti suaminya yang terpaksa
terus melarikan diri dari kejaran tentara. Akhirnya, bawuk mengambil keputusan.
Ia datang ke kota tempat tinggal ibunya, untuk menitipkan kedua anaknya. Tak
mungkin ia membawa-bawa kedua anaknya dalam pelarian itu. Disini ideologi bawuk
yaitu ia tetap berpegang teguh pada prinsipnya untuk tetap bersama suaminya, ia
tetap setia kepada suaminya.
Melalui
kedua cerpennya Umar Kayam menggambarkan bagaimana seharusnya pemerintah Orde
baru mengatasi peristiwa pasca G30S PKI. Yos sebagai tokoh organisasi mungkin
memang sudah seharusnya dihukum mati karena telah mempengaruhi dan mengajak
rakyat untuk melakukan pemberontakan. Tun, yang kualitasnya di bawah Yos, cukup
dipenjara saja tidak perlu dihukum mati atau ditembak mati. Pak Camat sebagai
simpatisan, cukup dikeluarkan dari pekerjaannya atau dipenjarakan karena
dianggap tidak setia terhadap pemerintah, tidak perlu ditembak mati. Adapun
Sri, yang tidak mengerti apa-apa tentang peristiwa ini, tidak usah dihukum atau
dipinggirkan dari panggung kehidupan sebagai warga negara meski anaknya
terlibat. Sedangkan Pada cerpen Bawuk, dimana suaminya yang bernama Hasan
terlibat dalam G 30 S PKI. Disini Bawuk sangat tegar dan tetap mengikuti
langkah sumainya kemanapun suaminya pergi. Dan belum adanya tindakan pada
pemerintah untuk mengatasi peristiwa G 30 S PKI. Pada kedua cerpen terdapat
persamaan yaitu Msing-masing salah satu anggota keluarga terlibat dalam G 30 S
PKI dan masing-masing merasakan akibat dari perbuatan salah satu anggota
keluarga. Dalam G30S PKI. Dalam hal ini Umar Kayam menegosiasikan ideologi. ideologi komunis dengan kategori dominan harus
dilenyapkan atau ditembak mati.
DAFTAR PUSTAKA
Kayam Umar. 1975.Sri Sumarah dan Bawuk. Jakarta.Pustaka
Jaya.
Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha.2002.
Paradigma Sosiologi Sastra.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Nurgiyantoro. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Univesity Press
Kupas tuntas. Mahasiswa sastra ya?
BalasHapusiya mbak dua tahun lalu ^ ^
Hapus