Saya
masih sangat memikirkan cerita cinta dari seorang kakak perempuan, ia cantik,
berprofesi sebagai pendidik, dan sholehah pastinya.
Dulu, ia sangat mencintai
seorang lelaki yang ia kenal di sebuah kampus. Teman sekelas lebih tepatnya.
Mereka menjalin ikatan sampai akhirnya lelaki ini memperkenalkan kakak cantik
ini ke keluarganya.
Dari
kisahnya saya berkesimpulan kakak ini sudah demikian akrabnya dengan keluarga
lelaki ini. Dan nantinya mereka akan menikah. Tapi takdir berkata lain. Kekasih
kakak ini lebih memilih untuk melanjutkan studinya ke sebuah negeri.
Ketika
ia bercerita tentang kisahnya, ia mengatakan dengan bernada emosi” selama ia
melanjutkan studi di sana, ia tak pernah sekalipun menghubungi saya, hanya saya
yang menghubunginya. Menunggu chat darinya dan hasilnya nihil”.
Pada
akhirnya saya menenenangkan beliau “mungkin kak, beliau sedang sibuk, tidak mau
di ganggu dulu untuk sementara”. Tapi dengan nada emosi ia berkata “tidak, ia
tidak seperti itu sebelum-sebelumnya, dan perkataan inipun terulang kembali.
“kenapa
ia memperkenalkan saya ke keluarganya?”
Tangan
saya tiba-tiba kaku, tidak bisa mengetik apapun untuk menjawab kalimat yang
terlontar itu.
Beliau
menetap di sebuah kota, kota di indonesia yang dijuluki “kota salju abadi”. Saya
salut dengan kakak ini meskipun begitu ia tetap berhubungan baik dengan
keluarga kakak lelaki ini. Membelikan mainan buat ponakan-ponakannya. Dan ia
saya anggap sebagai kakak saya sendiri.
Ya,
beliau sudah saya anggap sebagai kakak kandung saya meskipun lelaki yang saya
ceritakan ini memilih perempuan lain. kakak lelaki ini adalah kakak kandung saya.
Di
satu sisi sebagai adik tentunya saya tidak bisa menyalahkan kakak karena lebih
memilih perempuan lain sebagai teman hidupnya. Mungkin ini yang di sebut
sebagai jodoh, karena kematian, rezeki, dan jodoh adalah hal yang tersembunyi.
Tak seorangpun bisa mengetahuinya.
Allah
lah yang berkehendak
Tapi
di sisi lain, saya.. huft.. tidak bisa berkata apa-apa lagi. Saya tau perasaan
kakak sebagai perempuan. Sangat sakit.
Pada
saat di rumah sedang berkumpul, ia kemudian mengatakan alasan mengapa memilih
wanita lain. Pertama, karena alasan jarak. Pasti banyak biaya yang akan di
keluarkan. Kami beda kota.
Kedua, setelah saya mengetahui seluk beluk
keluarganya. Saya berkesimpulan bahwa ketika kami bersatu maka akan terjadi
ketidakcocokan di antara ibu. Antara ibu kami dan ibunya.
Sebagai
saudara-saudaranya kami tak bisa menganggu keputusannya.
dan sampai sekarang saya merasakan luka yang beliau rasakan.