Ia tercabik dengan apa yang dirasa selama ini.
" imbasnya.
Aku tak lagi menemukan diriku pada setiap huruf, frasa, kalimat, bahkan paragraf.
Segalanya seakan koyak
Hanya ada lumut yang bersarang di setiap sisi pada diriku.
Inikah takdir?
Ah entahlah...
Tapi,
bolehkah ku biarkan rindu ini tumbuh dan menimbun di dalam hati yang telah lama mati?
By Google |
By Google |
By Google |
By Google |
By Google |
By Google |
By Google |
By Google |
By Google |
By Google |
By Google |
Kehidupan tanpa kebebasan adalah ibarat tubuh tanpa jiwa dan kebebasan tanpa pikiran adalah ibarat jiwa yang kebingungan.
Kehidupan, kebebasan, dan pikiran adalah 3 hal terpadu yang tak pernah mati.
Bagiku, kebebasan adalah persoalan yang sederhana. Ya, seperti sebuah geometri. Ketika diriku menarik garis dari sebuah sudut dari satu titik ke titik berikutnya.
Intinya, tidak ada yang berbelok akan garis kehidupanku.
Berbicara mengenai kebebasan berarti terkait dengan opini salah satu filsuf bernama sartre.
Sartre berpendapat bahwa hakikat manusia adalah kebebasan dan kebebasan manusia itu bersifat mutlak, kebebasan itu hanya di miliki oleh manusia saja.
Manusia bebas menentukan esensi dirinya. Beliau mengungkapkan adanya suatu kebebasan dari setiap orang untuk menjadi dirinya sendiri sesuai dengan apa yang di inginkannya.
Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Artinya, manusia akan memiliki esensi jika ia telah eksis terlebih dahulu dan esensinya itu akan muncul ketika manusia mati.
Jadi, intinya manusia itu adalah kebebasan yang memiliki hak untuk bereksistensi dan beresensi ketika ia telah mati.
By Google |