Selasa, 30 Agustus 2016

"Cintaku Tak Mengenal Kata Mati"

“Suaminya meninggal, dia mulai memakai pakaian suami yang tentu saja tidak pantas untuknya. Dia mulai mengerjakan kebiasaan-kebiasaan mendiang suaminya ketika hidup, seperti merokok dengan cangklang walaupun para tetangga telah mengatakan tingkahnya ini agak aneh dan harus di hentikan. Dia terus saja menjadi pria-wanita bahkan dia tidak terganggu oleh kerancuan identitas seksualnya”.

QZ 7531 akan berangkat sekitar 20 menit lagi, di temani sebuah koper. Aku duduk di baris ke tujuh dari jejeran bangku di pesawat.

Tujuh, entah mengapa aku menyukai angka ini, terlahir tepat di hari ke tujuh, langit berlapis tujuh, dan tentunya tepat tanggal tujuh yang bertepatan dengan hari kelahiranku Ayahku telah berada di pangkuan-Nya. Yah, mungkin karena alasan inilah aku menyukai angka tujuh.

Ayah.

Tetiba aku mengingatnya, dan tentunya mengingat perkataan para pengagum keluarga kami. Menurutku, rasa sayang mereka berlebihan terhadap ayahku, aku tahu ayahku pemabuk, pemakai narkoba. Tapi, sekali lagi aku tidak suka jika kalian menunjukkan kasih sayang kepada beliau dengan perkataan yang hanya menyakitiku.

Terlahir dari dua aliran yang berbeda, ibu yang taat dan ayah yang ah…., tapi, bagaimanapun dia adalah ayahku, ayahku, dan ayahku. Ayah yang sangat hebat dan tidak akan pernah tergantikan sampai namaku tertulis tepat di sebuah nisan.

Ingat dengan filsafat pasir? Kita seharusnya belajar pada filsafat pasir yang tak pernah menyimpan dendam pada setiap kaki yang menginjaknya. (Tetiba perkataan Ayah muncul dalam benakku).

Aku tidak akan pernah sekalipun akan membagi kasih sayangku, bahkan niatpun aku enggan. Mereka malaikat tak bersayapku yang kini telah menetap di pembaringan terakhir. Tidak ada kata “antara Ayah dan Ibu” yang ada hanya “Ayah dan Ibuku”.

“Maaf Nyonya….,Nyonya…., sejak tadi pesawatnya sudah mendarat” Tetiba seorang pramugari membangunkanku.

Aku telah mengetuk semua pintu tapi sia-sia.
Aku telah memasuki sebuah ruangan tapi tak seorangpun mau menolongku.
Aku merasa kecewa bukan lelah
Aku bukan mencari sebuah atap
Tapi perlindungan
Perlindungan yang mengakui keberadaanku sebagai manusia biasa.
Sebagai manusia perindu
Perindu kasih sayang
Ya, hanya kasih sayang
Dari Ayah, Ibu, dan tentunya Suamiku
Yang hanya dapat ku lihat lewat album kenangan
Itu saja.

Kalian tahu, fisik suamiku ada di dalam album kenangan. Tapi tidak dengan hatinya. Ia ada dalam diriku. Dekat. Sangat dekat.

Ia berada dalam diriku dan oh tentu saja apapun yang ia kenakan akupun akan mengenakannya
Kalian paham kan maksudku?

Dan satu lagi yang mengusik ketenangan kami, maka peluru cantik ini akan tertanam dalam pemikiran kalian yang begitu mengagumi kami.

Terima kasih atas kekagumannya
Kami tak perlu di kagumi

DAN KALIAN HARUS TAHU, CINTAKU TAK MENGENAL KATA MATI…

Ah, kata-kata ini seharusnya tertanam dalam hati dan otak kalian. Para pengagum keluargaku.