Jumat, 20 Mei 2016

"Dear Diary"


Aku tidak ingin dia yang ku cinta memiliki karakter yang sama dengan ayahku, semnggu lagi kami akan memasuki kehidupan baru, kehidupanku akan berubah drastis. Hamil, melahirkan, menyusui akan menjadi rutinitas yang tak terelakkan.

“Aku ingin menikah denganmu Zahra, aku ingin hidup dengan wanita sholehah, aku ingin anak-anakku lahir dari rahim seorang ibu yang tidak hanya cantik tapi juga memiliki akhlak yang tidak hanya sekadar teori semata”.

“Aku tahu aktivitasku hanya mabuk-mabukkan, menganggu orang-orang di jalan dan menganggumu, tapi kau harus tahu sebab aku seperti ini, kedua orangtuaku wafat pada kecelakaan tunggal 40 hari yang lalu dan saat itu aku sangat terpukul”.

“Aku lebih memilih keluar dari pesantren sebab ku pikir untuk apa aku kuliah setinggi langit kalau Allah telah memanggil orang-orang yang ku sayangi?”

40 hari yang lalu engkaupun hadir dengan senyum merekah memberikan semangat kepadaku,
“Yang tabah yah Dit, dirimu pasti kuat”Ucapmu.

Aku tiba-tiba teringat kisah ayah dan ibuku, mereka berada di pesantren yang sama dan ditakdirkan bertemu kembali.

“Zah, aku melihat ibuku, aku melihat ibuku pada sosok Dina rekan kerjaku, perhatian yang ia berikan, kasih sayang yang saya rasakan darinya, senyumannya, boleh tidak ia tinggal dengan kita?”

“Astaghfirullah …. Sadar Dit, tidak ada yang bisa menggantikan ibu, apa kau ingin menduakanku dan menikah lagi?”

“Alah …, jangan ceramah, aku tahu apa yang seharusnya ku lakukan, aku ini suamimu dan aku lebih tahu apa yang seharusnya ku lakukan”.

“Oke kalau ternyata itu keputusanmu, tapi sebelum itu kau harus menandatangani surat perceraian kita”.

“Baik, kalau itu maumu, aku lebih memilih sosok ibu berada di rumahku daripada sosok orang yang keras kepala sepertimu”.

Aku tidak ingin pola pikir ayahku sama seperti pola pikir calon suamiku, dan seharusnya karakter seorang ibu tidak disamakan dengan wanita manapun di dunia ini.

Dear Diary …


Semoga saja cerita cinta orangtuaku tidak berulang di cerita cintaku.

Sumber Gambar : onmogul.com

Senin, 09 Mei 2016

"Derita ibu yang di gugat oleh anak kandungnya sendiri"

Ada apa dengan negeri ini?

Ketika seorang wanita berusia 90 tahun di gugat oleh anak kandungnya sendiri
Apa yang ada di fikiran kalian?
Apakah ini kesalahan ibu yang tidak mendidiknya?
Lingkungan negatifkah yang telah mendominasi pikirannya?

Apa yang ada di pikiran anak itu?
Bukankah ia sudah dewasa untuk membedakan mana yang layak dan tidak layak dilakukan?

Hey … dia ibumu
Ibu yang telah mengandungmu selama 9 bulan, membawamu kemanapun ia pergi tanpa pernah sekalipun berkeluh kesah

Ibu yang telah melahirkanmu dengan sakit yang tak terperi, ketika ia berusaha untuk mengizinkanmu melihat dunia ia tengah berada di ambang antara hidup dan mati

Ibu yang telah menyapihmu selama 2 tahun

Apakah kau tahu? Ia rela terjaga di tengah malam ketika dirimu terbangun dan tiba-tiba menangis?

Ibu yang telah membesarkanmu
Rela menyiapkan sarapan, memandikanmu sampai kini dirimu telah menjalani hidup dengan pria pilihanmu

Lalu, balasan dari ini semua adalah dengan menggugatnya?
Bisakah kau membalas segala kebaikannya?

“Apakah engkau pernah mendengarkan kisah seorang anak yang menggendong ibunya sampai ke tanah suci?”

“kau tahu apa yang Rasulullah katakan padanya saat itu?”
“Apa yang kau lakukan itu bahkan belum bisa membalas air susu seorang ibu”
“belum bisa membalas air susu ibu, itu baru air susunya

Bagaimana dengan pengorbangan selama kurang lebih 90 tahun beliau berikan padamu, kurangkah? Atau tak pantaskah?

Sekarang, yang saya ingin tanyakan, dimanakah hatimu kau letakkan?


Sumber Gambar : www.jpnn.com600 × 336



"Ayah, ummi dimana?"



Ayah,
Apa yang ada di pikiran mereka ketika mereka mengubah langit-Nya menjadi abu-abu?

Ayah,
Apa yang ada di pikiran mereka ketika dengan sesaat mengubah kota kita menjadi kota yang tak berpenghuni?

Ayah,
Mengapa tiba-tiba tanaman yang kita tanam telah beraroma mesiu?
Ayah, ummi dimana?
Apakah mereka telah membawa ummi ke surga_Nya?

Ayah pernah bilang kan
“Nak, ketika suatu saat ibu dan ayah terbaring dengan memakai kain putih, itu berarti Allah telah memanggil kami karena Allah lebih sayang kami nak ...”

“Tapi, Aku belum melihat ummi, dimana ummi?”

“Bolehkah aku meminta pada Allah untuk sekali saja bertemu dan memeluk ummi, kalau Allah sayang sama ummi berarti Allah sayang sama aku”

“Nak, maafkan Ayah yang tidak bisa menjaga ummi dengan baik” (langsung memeluk anaknya)

Sumber Gambar : twitter.com599 × 348




"Kakek, Maafkan kami"


Kakek,
Maafkan anak-anakmu yang mungkin tanpa di sadari telah melupakanmu

Kakek,
Maafkan mereka yang membiarkanmu mendengarkan suara-suara letupan peluru yang seharusnya tidak kau dengarkan

Dunia ini terlalu kejam untuk sebutan ayah sekaligus kakek sepertimu
Tak seharusnya kau berada dibawah bakho eskavator
Hanya untuk berlindung dari tindak tanduk “anak-anakmu” yang berada di luar batas

Aksi unjuk rasa katanya …
Dengan menutup jalur kendaraan bermotor, pribadi, bahkan angkutan umum
Bagaimana jika di dalam kendaraan itu terdapat

Orang sakit atau bahkan koma?
Ibu yang akan melahirkan yang harus segera dibawa ke rumah sakit?
Ah, entah apa yang ada di pikiran mereka

Kakek,
Mendengarkan tawa cucu-cucumu yang tengah bermain
Mendengarkan alunan musik klasik pengantar tidurmu
Menikmati hidangan dari kekasih sehidup sematimu tercinta
Itulah seharusnya yang kau dapatkan

Kakek,
Maafkan kami
Engkau tidak mendapatkan hak yang seharusnya kau dapatkan


Sumber Gambar: Pameran foto di Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan
Dari Koran Sindo (Maman Sukirman)

Jumat, 06 Mei 2016

"Inikah Gambaran Dari Pelayan Masyarakat?"



Sistem imun tubuhku sedang meronta, layaknya handphone yang harus selalu teirisi. Hari pertama gejala-gejala penurunan sudah muncul, tenggorokan sudah mulai ada kelainan, “ah, mungkin ini hanya kurang minum pikirku.”

Begitupun dengan hari kedua, tapi lebih parah hidungku mulai tersumbat, temperatur badanku tiba-tiba meninggi.

“Hari ini kamu harus ke puskesmas”
“Males ah, paling di puskemas itu antri, antri,dan antri lagi”
Terjadi peperangan antara akal dan hatiku, kira-kira mana yang akan ku pilih?

Antrian ke 67
“hhh … apa aku bilang dari tadi nggak usah ke puskesmas” bathinku meronta.

Sekian menit berikutnya

“Mbak Muthmainnah …”
“iya … iya ..”
“KTP, BPJS”
“Ini …”

“Pak, saya mau minta surat keterangan berbadan sehat untuk suatu keperluan, saya harus pakai nomor antrian?”

“Oh, kalau mau ngambil surat keterangan berbadan sehat tidak usah ambil nomor antrian, langsung masuk saja”.

“Ha, apa??? kok pegawai ini kelewatan sekali, nyata-nyata orang sakit malah di suruh antri, otaknya di taruh di mana ya???” bathinku menjerit.

Miris saya melihatnya, ada apa ini? Saat itu saya tidak bisa berkata apapun, tetiba mulut terkunci rapat, bathin saya seakan ingin meledakkan amarah.

“Ini Mbak kartu-kartunya, silahkan  menunggu di sana untuk pemeriksaan lebih lanjut”.

“Dari tadi ibu antri di sini?” ( tetiba pertanyaan terucap dari mulutku kepada ibu yang berdiri di hadapanku)

“iya dari tadi pagi, tapi tiba-tiba barusan  saya melihat dua orang anak muda yang langsung saja masuk, padahal antrian saya lebih dulu”.

Seorang perempuan lanjut usia dengan raut wajah yang telah letih menunggu, menunggu untuk di berikan pertolongan atas penyakit yang di deritanya.

Inikah gambaran dari pelayan masyarakat?

Mereka bekerja karena apa?

Hmm … saya hanya bisa mendo’akan semoga kalian di berikan hidayah dari Allah untuk melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya.

Aamiin …





















Minggu, 01 Mei 2016

"30 April 2016"

Sabtu, 30 April 2016

Pukul 02.00 WIB

Mata ini entah mengapa tak bisa terpejam

Aku tak lagi menghiraukan pesan sahabat untuk tidur lebih awal

Sebab tidur di akhir malam berakibat sangat buruk bagi kesehatan

Beberapa jam yang lalu diri ini tengah membuat kebahagiaan kecil di keluarga One Day One Post

Memposting makhluk yang berekspresi sangat lucu ^^

Kurang lebih 4 bulan kebersamaan di komunitas ini menjadikan saya sudah menganggap mereka menjadi bagian dari keluarga saya sendiri

Entah, mungkin keceriaan saya tidak akan seperti saat ini, apalagi sepertinya kita akan tergabung dengan keluarga baru

Membuat mereka bahagia tuh rasanya gimana gitu …

Maap yah nyet …, aku telah menjadikan kamu bahan candaan hehe …
#eh emangnya nyet punya blog apa hehe..

Tahu tidak sebenarnya saya tengah di rundung banyak masalah hidup

Tapi, mengalihkannya dengan membuat orang-orang yang kusayangi tertawa

Yah, untung-untung sedekah ^^

Allah tidak memberikan masalah melebihi batas kemampuan hamba-Nya

Dan sepertinya saya butuh makanan rohani nih …

Bersambung …