Aku memandang dari
balik sangkar koloni sebuah tempat dimana aku hanya bisa memandang dunia luar
hanya di balik tempat itu.
Katanya mereka sangat
menyayangiku sehingga di tempatkan di ruangan itu.
Sebuah tempat yang
telah menjadi kehidupan bagiku. Suami. Saudara. Dan beberapa anak telah lahir
dari rahimku.
Ketika setiap hari sang
fajar telah bangkit dari peraduannya aku seakan-akan mendengar lengkingan suara
dari kawan-kawanku yang tengah berada di seluruh pelosok dunia.
Entah mereka sedang
berada di sebuah sangkar koloni atau di sebuah sangkar jebakan.
Kami hanya makhluk
Tuhan yang menginginkan kedamaian tanpa dijadikan tokoh utama sebuah
pertarungan atau aduan dengan kawan sehabitat kami.
Tiba-tiba aku ingin
menjadi seekor burung saja. melesat terbang melewati birunya langit. Dinginnya udara.
Indahnya pelangi. Dan terbebas dari kata sangkar.
Tapi. Ah sudahlah...
Siip
BalasHapusHhaaa, tak usah merayuku. Cerita ini masuk dalam kategori.
BalasHapusLucu ih, serasa dengerin ayam ngomong (y)