Aku mendengar
kalimat ini dari mulut seorang ayah, ayah yang telah membesarkan kami
anak-anaknya, aku terlahir sebagai anak terakhir dari enam bersaudara, ketiga kakakku sudah lama berpisah dari kami,
mereka telah memasuki kehidupan barunya.
Ayahku orangnya
pendiam bahkan sangat pendiam, ia hanya sesekali berbicara itupun hanya
persoalan yang penting-penting saja, ia bagaikan malaikat kedua setelah ibu, ia
membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, apapun yang kami inginkan
pasti dikabulkan olehnya tanpa ada keluhan sedikitpun, hingga pada akhirnya
kakak-kakakku memasuki kehidupan barunya beliau masih sangat memerhatikan
mereka.
Cita-cita beliau
tidak muluk-muluk, beliau hanya menginginkan anak-anaknya menjadi sesosok anak
yang cerdas dan harus bersekolah setinggi-tingginya.
“ Walaupun Ayah tidak
lulus sekolah dasar, Ayah ingin kalian bisa sekolah setinggi-tingginya” ucapnya
lirih.
Alhamdulillah
kami semua bisa mendapatkan Ijazah karena Allah melalui
tangan beliau.
“Ayah yang telah sukses menyekolahkan kami, Ayah
kami belum bisa bahkan mungkin tidak bisa sampai kapanpun membalas jerih
payahmu, terima kasih Ayah untuk segalanya…”
Hingga tiba-tiba
saja diriku kaget ketika dari mulut Ayah berucap
“Mereka tidak
pernah ke rumah lagi, menelpon pun tidak tapi Ayah berharap semoga mereka
sehat-sehat saja disana” ucapnya lirih.
Seketika itu
raut wajah Ayah berubah. rumah seakan berubah menjadi mendung. Kelabu.
Aku terdiam.
“Ayah terima
kasih banyak atas kasih sayangmu” ucap bathinku.
Tetap semangat menulis, Kak.
BalasHapusWih tumben kt2x beda... oke oke
Hapusjleb banget bagi kita yang sedang asik dengan keluarga baru, tapi lupa memberi kabar pada Ayah jantung keluarga kita.
BalasHapusYup itu pmbljrn untk sy pribadi bang
HapusPesannya bagus, tp endingnya kok berasa spoderman, nggantung. Hehehe
BalasHapusHehhehe
HapusPesannya bagus, tp endingnya kok berasa spoderman, nggantung. Hehehe
BalasHapusKangen bapak di rumah
BalasHapusPingin meluk mbak ana...
Hapus